Sumber gambar: Google
Bougenville
Oleh Candra Irawan
Menunggu… Harus berapa
lama aku meniti tetasan cahaya matahari di sini? Harus berapa lama embusan
angin menghiburku yang terkapar tak berdaya?
Bukankah kau pernah
bilang, aku ini Bougenville?
Bukankah kau pernah
bilang, kau akan selalu menyiramiku dengan cintamu?
Tapi mengapa kau
seolah lenyap terbawa embusan angin yang mengalir entah ke mana? Haruskah
kusudahi mimpi-mimpi bersamamu?
Haruskah aku memohon
pada angin lalang agar membawamu kembali ke tempat di mana aku selalu menunggumu?
Kembalilah… dalam
sunyi senyap rindu ini tetap hanya tercurah untukmu.
***
Galah membaca
coretan di kertas usang yang terselip di bangku taman. Matanya yang tadi tampak
menyorot tajam kini berubah bening. Buliran air nampak hendak pecah dari
kelopaknya yang mulai terlihat memerah, tak kuasa menahan keharuan yang semakin
menyesap di dadanya.
Ia
lantas menyadari bahwa dirinya telah meninggalkan sebuah janji pada seorang
gadis kecil yang ia panggil Bougenville. Dia mengingat, saat terakhir kali
menemuinya saat hendak pergi meninggalkan kota, Bougenville memintanya untuk
tetap bertahan. Diingatnya lagi, Gadis kecil dengan rambut berkepang dua dengan
baju balon yang selalu mengembang itu, persis seperti kelopak Bunga Bougenville
yang selalu menyembunyikan mahkota di dalamnya. Galah masih sangat
mengingat. Karena ia tak pernah lupa mengecup pelipis gadis itu, sebelum ia
tertidur dalam pangkuan Galah, di taman itu.
Waktu
itu, Galah memang merasa berat saat harus meninggalkan Bougenville, tapi
sebetapa pun besar cintanya, ia harus tetap pergi- ini demi masa depan dia dan
Bougenville. Tapi gadis itu tetap merengek. Terakhir kali ia melihat, airmata
Bougenville pecah dan tak terbendung hingga mengaliri pipinya lalu jatuh menimpuk
debu yang tersibak berlarian. Pun akhirnya Galah tetap pergi.
Kini ribuan sesal berkerumun di pandangannya. Sepucuk
surat terselip di tempat dia biasa memangku Bougenville. Mengantarkan
kabut-kabut hitam yang seolah turun begitu cepat dan membuat matanya seolah tak
punya daya untuk melihat dunia. Ia lalu menjatuhkan tubuhnya di tanah, tubuhnya
yang kemarin terlihat kekar, tiba-tiba
melemas, seolah tak lagi kuat menyangga beban menumpuk di dada.
Angin
mengembus kencang menggoyang-goyangkan rerantingan di taman. Perlahan tapi
pasti menghampiri Galah yang sedang dirundung kedukaan. Setangkai Bougenville
mendarat dipangkuannya. Airmatanya kali ini tak bisa dibendung lagi.
Untuk
UKPM STKIP PGRI Jombang
UKPM STKIP PGRI Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar