Wacana menurut
Kridalaksana (1993: 231) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Hal ini sejalan
dengan pengertian yang disebutkan oleh Tarigan (2009:19) bahwa wacana adalah
satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.
Berbeda dengan Syamsudin
(1992: 5) yang menyebutkan bahwa wacana ialah rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara
teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure
segmental maupun nonsegmental. Wacana dalam pengertian ini memiliki penyajian
yang teratur, sehingga tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan, sehingga
layak disebut sebagai wacana. Seperti yang disebutkan oleh Alwi, dkk (2003: 419) bahwa rentetan kalimat yang berkaitan yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk satu
kesatuan yang dinamakan wacana. Namun
jika dibandingkan dengan pengertian dari Vandjik (1977: 3) yang
menyebutkan bahwa wacana adalah bangun teoritis yang abstrak (The abstract
theoretical constract).
Pengertian-pengertian
tersebut pada hakikatnya memiliki kesamaan dalam linguistik. Jika pengertian dari Vandjik ini berbeda dari
beberapa pengertian para ahli sebelumnya. Maka pengertian wacana yang mengacu
pada tingkat tertinggi pada linguistik adalah pengertian yang tepat. Bahasa
atau linguis, memiliki beberapa wujud baik itu lisan maupun tulis, baik itu
verbal atau non verbal. Sedangkan wacana sendiri juga dapat menjadi beberapa
bentuk, sehingga menduduki tataran tertinggi dalam linguistik setelah kalimat.
Hal ini ditilik kembali pada beberapa kesamaan pengertian, sebagai berikut.
1. wacana
adalah satuan bahasa terlengkap; lengkap secara gramatikal berisi fonem,
morfem/kata, frasa, klausa, dan kalimat;
2. Wacana
terdapat kohesi dan koherensi; antara kalimat yang satu dengan yang lain atau
antara kata yang satu dengan kata yang lain saling berkesinambungan dan
membentuk proporsi yang teratur, sehingga dapat dipahami;
3. Wacana
bisa bersifat abstrak, namun dikembalikan lagi, apanila abstrak dalam arti
wujudnya berupa simbol, bukan kalimat, bukan kata, atau bukan sejenis yang ada
dalam tataran linguistik, maka jika diperhatikan sesama, sebuah simbol memiliki
makna atau tema yang dapat dijabarkan dalam bentuk serangkaian kata atau
kalimat yang memiliki kohesi dan koherensi, dan dapat dimengerti. Sehingga
keabstrakan dalam suatu hal, apabila ia memiliki makna, maka dapat disebut
wacana.
2.2 Persyaratan Terbentuknya Wacana
Pembahasan berikutnya
adalah mengenai persyaratan terbentuknya wacana. Setelah mengetahui
pengertian-pengerti awacana dari para ahli, maka persayaratan wacana juga akan
diketahui. Misalnya saja dari Tarigan (2009: 19) yang menyebutkan wacana ialah
satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari
pengertian ini sudah diketahui bahwa wacana memiliki syarat dari ungkapan
“dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan
akhir yang nyata,” dapat ditemukan syarat, yakni koherensi dan kohesi.
Akan
tetapi itu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat dari terbentuknya wacana. Oka
dan Suparno (1994: 260-270) menyebutkan jika wacana akan terbentuk bila
memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi
dan koherensi. Sedangkan menurut Widowson
(1978:22) wacana mempunyai dua hal penting, yaitu
proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).
Berikut ini
penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana.
1. Topik.
Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan
tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk
pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan
suatu tujuan. Tujuan-tujuan yang teradapat dalam wacana, dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis wacana. Seperti wacana persuasif, tujuannya untuk
mempengaruhi pembaca. Atau bisa berupa simbol huruf P pada rambu-rambu lalu
lintas, memberikan tujuan menginformasikan pengguna jalan, bahwa tempat
bersimbol P, adalah tempat parkir.
2. Kohesi dan
Koherensi
Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur
yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohesi), sehingga tercipta pengertian
yang baik (koherensi). Unsur kohesi tersebut misalnya dicapai dengan hubungan
sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat (Depdikbud, 1988:343-350). Kekohesifan
dalam suatu wacana dapat diperoleh dari penggunaan dalam memadukan beberapa
aspek gramatikal (seperti; konjungsi,
elipsi, kata ganti, dan lain-lain), aspek semantik, dan aspek kebahasaan
lainnya.
3. Proporsional
Prosorsional
yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin dijabarkan dalam
wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah seimbang. Misalnya apabila
sebuah wacana persuasif, wacana yang mempengaruhi pembaca untuk membeli suatu
produk, maka dalam wacana tersebut harus terdapat kesinambungan yang tepat antara
paragraf yang satu dengan yang lain. apabila paragraf pertama terdapat beberapa
tuturan yang mempengaruhi pembaca dengan satu topik, maka paragraf kedua juga
harus tetap meruju pada satu topik dan dimungkinkan lebih merujuk pada hal yang
khusus. Sehingga antara paragraf yang satu dengan yang lain padu dan tidak
membingungkn pembaca.
4. Tuturan .
Tuturan yang dimaksud adalah
pengungkapan suatu topik yang ada dalam wacana. Baik tutur tulis atau tutur
lisan. tuturan kaitannya menjelaskan suatu topik yang terdapat dalam wacana
dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang proporsional di dalamnya.
Setelah
diketahui beberapa persyaratan wacana, berikut ini terdapat beberapa contoh
wacana.
1.
Wacana
berbentuk tulisan
Wacana argumentasi
Wacana argumentasi adalah wacana yang
bertujuan untuk mempengaruhi pembaca agar bisa menerima pendapat, ide, ataupun
pernyataan yang dikemukakan oleh penulisnya. Untuk memperkuat pendapat atau
idenya itu, penulis wacana argumentasi biasanya menyertakan data-data
pendukung. Tujuannya, agar pembaca menjadi semakin yakin atas kebenaran yang
telah disampaikan penulis.
Berikut
sedikit contoh kutipan wacana argumentasi
Menyetop bola menggunakan dada dan kaki dapat ia
lakukan dengan sempurna. Tembakan kaki kanan serta kaki kirinya tepat dan
keras. Sundulan yang dihasilkan dari kepalanya sering memperdaya kiper lawan.
Bola seolah-olah menurut kehendak dirinya. Larinya sangat cepat bagaikan
kijang. Menjadikan lawan sukar mengambil bola diantara kakinya. Operan bolanya
akurat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola profesional.
Tujuan yang
ingin di capai melalui argumentasi tersebut, antara lain :
- Melontarkan pandangan / pendirian
- Mendorong atau mencegah
- Mengubah tingkah laku pembaca
- Menarik simpati
Hal-hal
yang memenuhi persyaratan wacana:
1. Terdapat
tujuan yang mengarah ke topik
2. Kohesi
dan koherensi padu membetuk proporsional ketika dibaca
3. Terdapat
tuturan yang merujuk pada satu objek, yaitu “Amin benar-benar pemain bola
profesional”
2.
Wacana
berbentuk lambang atau simbol
Simbol P
"Jika kita melewati suatu jalan raya, entah itu
tujuannya untuk ke sekolah, kantor, pasar, atau tempat lainnya, tentu kita
sering melihat adanya rambu-rambu lalu lintas di kedua sisi jalan tersebut.
Menurut Wikipedia, rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan jalan
dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau
perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan,
perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Agar rambu dapat terlihat baik
siang ataupun malam atau pada waktu hujan maka bahan harus terbuat dari
material yang reflektif (memantulkan cahaya).”
Persyaratan yang
masuk dalam wacana:
1.
Simbol menunjukkan topik
2.
Kohesi dan koherensi dalam
penuturan sehingga membentuk penjelasan yang proporsional
3. Wacana dalam bentuk dialog
HRD : “Selamat pagi. Silahkan duduk
Pelamar:
“Selamat pagi.”
HRD : “Siapa nama Anda?”
Pelamar:
“Nama saya Jennifer Dawson”
HRD : “Ceritakan sedikit tentang diri Anda, Nona
Dawson!”
Pelamar:
“Saya adalah lulusan Universitas Stanford, jurusan Public Relatin dengan IPK
3,85. Saya memiliki beberapa pengalaman kerja yang tertulis dalam daftar
riwayat hidup saya.”
HRD : “Begitukah? Apakah Anda memiliki
keterampilan komputer? Apakah Anda bisa bahasa lainnya?”
Pelamar:
“Ya, saya punya keterampilan komputer. Saya bisa mengoperasikan MS Office,
Corel Draw, Adobe Photoshop dan intenet. Dan saya bisa berbicara bahasa Jerman,
Spanyol, Belanda dan Perancis.”
HRD : “Wow… Menarik sekali. Dimana Anda belajar
semua itu?”
Pelamar:
“Saya belajar beberapa saat saya masih di universitas tapi saya juga mengambil
kursus.”
HRD:
“Pekerjaan ini menghendaki Anda melakukan banyak perjalanan, bagaimana menurut
Anda? Apakah itu menjadi masalah buat Anda?”
Pelamar:
“Itu tidak menjadi masalah sama sekali. Sejujurnya, saya sangat suka melakukan
perjalanan.”
HRD : “Baiklah kalau begitu, mungkin Andalah yang
kami butuhkan, Nona Dawson. Saya akan menghubungi Anda setelah Dewan Direksi
mengambil keputusan. Perusahaan ini membutuhkan seseorang yang memiliki
kemampuan public relation. Sepertinya tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Saya
harap kita dapat bertemu lagi secepatnya.”
Pelamar:
“Saya juga berharap demikian, Tuan. Terima kasih atas wawancaranya. Selamat
pagi.”
Dari
percakapan tersebut dapat diidentifikasi yang memenuhi persyaratan wacana.
Yaitu:
1. Setiap
pertanyaan dan sapaan, atau komunikasi dengan umpan balik memiliki kohesi dan
koherensi yang sesuai. Pertanyaan dan jawaban yang dituturkan tidak melenceng.
2. Memiliki
topik, bisa diidentifikasi mulai dari percakapan awal hingga akhir, bahwa itu
adalah interview pelamar kerja.