Senin, 18 Januari 2016

Sejarah Desa Kepung Kediri

Mata Kuliah  :  Sastra Lisan
Nama              : Candra Irawan
Nim                 : 136802
Prodi               : Bahasa dan Sastra Indonesia 2013 A, STKIP PGRI Jombang


Asal-Usul Desa Kepung-Kediri
            Desa Kepung merupakan sebuah desa  yang terletak di bagian timur Kabupaten Kediri, dan menjadi bagian dari Kecamatan Kepung. Desa ini saat ini terbagi menjadi sebelas dusun yang di antaranya adalah Dusun Kepung Barat, Kepung Tengah, Kepung Timur, Karangan, Sumber Gayam, Sumber Pancur, Krembangan, Sukorejo, Purworejo, Jati Mulyo, dan Karang Dinoyo. Desa Kepung sat ini dihuni lebih dari sepuluh ribu jiwa yang tersebar di sebelas dusun tersebut. Keadaan masyarakat desa kepung saat ini masih sangat kental dengan kebudayaan terbukti dari banyaknya sanggar Jaranan dan Bantengan yang hingga saat ini masih aktif. Masyarakat desa Kepung juga masih tetap mempertahankan ritual bersih desa yang dilaksanakan pada hari Jumat Legi di bulan syuro. Ada banyak cerita yang berkembang di masyarakat yang menjelaskan tentang asal-usul nama desa Kepung. Di antaranya  adalah sebagai berikut.
Versi 1.
            Berdasarkan penuturan yang disampaikan oleh Umar Fauzi, mantan kepala desa Kepung, mengatakan bahwa desa kepung ini berawal dari pembukaan hutan yang dilakukan oleh Ki Onggo merto. Ki Onggo Merto ini merupakan keturunan Raden Patah dari Kerajaan Demak. Berdasarkan silsilah kerajaan, sejarah tentang ki Onggo merto ini bermula dari perpecahan kerajaan Mataram menjadi dua yaitu kerajaan Surakarta yang dikuasai oleh Susuhunan Pakubuwono III dan kerajaan Ngayogyokarto dikuasai oleh Pangeran Mangku Bumi ( Hamengku Buwono III). Pada waktu itu kembali terjadi perselisihan tentang perebutan kekuasaan kerajaan. Sehingga mengakibatkan Kerajaan Ngayogyakarto terpecah menjadi dua yaitu daerah Kasultanan dan daerah Pakualaman. Sedangkan Surakarta juga terpecah menjadi dua bagian yakni daerah Kasunanan dan Daerah Mangku Negaran. Nah daerah Mangku Negaran ini diserahkan kepada pangeran Sumber Nyowo yang bergelar Magku Negoro I yang merupakan ayah dari Ki Onggo Merto.
            Kemelut yang terjadi di daerah kerajaan semakin membuat rakyat menderita karena banyak terjadi permusuhan sebagai akibat dari perebutan kekuasaan kerajaan. Akhinya karena merasa tidak mendapatkan kenyamanan di kerajaan beberapa punggawa kerajaan (keraton) memutuskan untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan kemelut yang semakin membara di kerajaan. Para punggawa kerajaan yang lari tersebut menyebar di seluruh penjur Nusantara.
            Dua orang punggawa kerajaan yang berhasil meloloskan diri dari kemelut yang terjadi di kerajaan adalah Ki Onggo Merto dan saudara kembarnya, Nyi Ageng Sapujagad. Dan Ki Onggo Merto dan Nyi Ageng Sapujagad tersebut merupakan darah mataram yang selamat karena mereka berdua melarikan diri ke daerah timur, tepatnya di Daerah Mojokerto. Setelah beberapa tahun kemudian Nyi Ageng Sapujagad meninggal dunia dan dimakamkan di daerah Trowulan, Mojokerto.
            Setelah sepeninggalnya Nyi Ageng Sapujagad , Ki Onggo merto memutuskan untuk meninggalkan Mojokerto dan menuju arah selatan menuju daerah yang baru. Di tempat ini beliau membuka hutan dan mendirikan sebuah pemukiman baru dengan maksud menyebarkan agama Islam. Untuk menjalankan kehidupan sehari-hari beliau berhasil membuat sumur, tempat mandi, lumpang, dan lesung. Namun belum sempat beliau menyebarkan agama Islam di tempat baru ini, Belanda telah datang menyerang dan mengepung daerah tersebut.  Sehingga untuk menghindari Belanda, Ki Onggo Merto menyelama\tka diri ke arah timur menuju Gunung Semeru.
            Semenjak saat itulah tempat peristirahatan Ki Onggo Merto tersebut dijadikan sebuah desa yang bernama desa Kepung untuk mengenang peristiwa pengepungan Belanda tersebut. Dan hingga saat ini setiap tahunnya masyarakat desa setempat melakukan ritual bersih desa sebagai wujud rasa syukur ke hadirat Alloh SWT sekaligus untuk menghormati jasa Ki Onggo Merto dalam membuka desa. Dan sumur yang dibuat oleh ki onggo Merto yakni sumur Upas dan sumur Dui kini menjadi tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Versi 2.

            Menurut Mbah Jumani, kuncen punden desa kepung, menceritakan bahwa asal usul nama desa Kepung ini berawal dari jaman kerajaan. Yakni dari Masa kerajaan Mataram. Desa kepung ini berkaitan dengan daerah yang ada di sekitarnya yakni daerah Kandangan dan Pare. Kandangan memiliki arti kandang atau rumah, yang berarti merupakan sebuah daerah atau tempat yang dijadikan sebagai tempat pemukiman bagi punggawa kerajaan yang melarikan diri dari kemelut yang terjadi di daerah kerajaan. Sedangkan Pare berasal dari kata palerenan yang memiliki arti tempat peristirahatan. Dikisahkan bahwa di Pare ini menjadi tempat peristirahatan bagi para punggawa kerajaan yang melarikan diri dari kerajaan sebelum mereka melanjutkan perjalanan baru ke arah timur. Selanjutnya Kepung merupakan sebuah tempat baru yang ada setelah pembukaan lahan yang dilakukan oleh punggawa kerajaan . Di sini mereka membuat sebuah pemukiman baru, namun akhirnya mereka melarikan diri karena Belanda telah mengepung daerah tersebut. Hingga akhirnya daerah pengepungan Belanda tersebut sekarang dikenal oleh masyarakat hingga saat ini dengan sebutan desa Kepung.

Senin, 20 April 2015

Boomberhoom, Penemuan Batu Peninggalan Sejarah Kaisar Jepang Menghebohkan



Hoomberhoom
(Benda Misterius Peninggalan Kekaisaran Jepang yang Ditemukan di Indonesia)






Indonesia saat ini sedang dilanda demam batu akik. Banyak orang rela menghabiskan banyak uang untuk memburu batu akik yang dinilai memiliki keistimewaan tersendiri baik dari bentuk yang artistik maupun dari hal-hal magis. Bahkan konon, batu akik bergambar Nyi Roro Kidul beberapa waktu yang lalu sempat mencuat ke media karena harganya yang fantastis. Itu hanya sebagian kecil dari fenomena batuan di negeri ini.
Baru-baru ini Kohim Sumoko (pedagang sayur) mengaku telah menemukan benda yang menyerupai batuan yang disinyalir sebagai Hoomber Hoom, pusaka kaisar Jepang yang menjadi kunci kekuatan Jepang. Benda ini ditemukan di sekitar bekas bangunan benteng Jepang yang terdapat di pedalaman Kalimantan Timur, tepatnya di Jalan Lapter Malalan, Kecamatan Barong Tokok, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur pada bulan November tahun 2014. Konon, Hoomber Hoom ini merupakan benda pusaka serupa dengan keris Bung Karno dan memiliki kekuatan gaib serta merupakan kunci penting pada peristiwa penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu pasca pengeboman yang terjadi di kota Nagasaki dan Hiroshima di tahun 1945.
 Kohim (panggilan untuk Kohim Sumoko) mengaku pertama kali mengetahui bahwa benda ini bukan sebuah benda biasa adalah ketika melihat bentuk simbol-simbol yang ada pada benda ini. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pengalaman supranatural yang dialami oleh Kohim yang berupa mimpi. Pernah suatu ketika dirinya bermimpi didatangi sesosok orang Jepang yang memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Sosok tersebut mengenakan pakaian Jepang lengkap dengan mahkota (seperti yang pernah dikenakan presiden Jokowi) dan mengendarai kuda putih. Sosok inilah yang kemudian menjelaskan padanya bahwa benda ini merupakan Hoomber Hoom, pusaka nenek moyang Jepang yang dibawa oleh Kaisar Jepang yang saat itu berada di pulau Kalimantan.
Lebih lanjut lagi, untuk mengonfirmasikan tentang kebenaran benda pusaka ini maka pada tanggal  Februari 2015 yang lalu, Kohim memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di Kalimantan Timur menuju Kantor Perwakilan Kedutaan Besar Jepang yang ada di kota Surabaya. Dari penjelasan staf kedutaan yang ditemuinya, diketahui bahwa memang benar bahwa simbol-simbol yang terdapat dalam benda ini merupakan simbol-simbol Jepang Kuno yang tidak dapat dimengerti oleh staf tersebut.
Akhirnya, karena merasa menemui jalan buntu akibat sulit bertemu secara langsung dengan Duta Besar Jepang, maka Kohim pun membawa benda ini ke Kediri. Padahal, sebenarnya benda ini (Hoomber Hoom) harus segera sampai ke tangan keturunan Kaisar Jepang.
“Kalau benda ini (Hoomber Hoom) disandingkan dengan emas dua karung, mas. Maka mereka (orang Jepang) akan lebih memilih benda ini!” begitu sumbarnya ketika menceritakan tentang keistimewaan benda ini kepada penulis.

Prasarat Wacana dalam Linguistik

         Wacana menurut Kridalaksana (1993: 231) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Hal ini sejalan dengan pengertian yang disebutkan oleh Tarigan (2009:19) bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.

Berbeda dengan Syamsudin (1992: 5) yang menyebutkan bahwa wacana ialah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupun nonsegmental. Wacana dalam pengertian ini memiliki penyajian yang teratur, sehingga tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan, sehingga layak disebut sebagai wacana. Seperti yang disebutkan oleh Alwi, dkk (2003: 419) bahwa rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk satu kesatuan yang dinamakan wacana. Namun jika dibandingkan dengan pengertian dari Vandjik (1977: 3) yang menyebutkan bahwa wacana adalah bangun teoritis yang abstrak (The abstract theoretical constract).
Pengertian-pengertian tersebut pada hakikatnya memiliki kesamaan dalam linguistik.  Jika pengertian dari Vandjik ini berbeda dari beberapa pengertian para ahli sebelumnya. Maka pengertian wacana yang mengacu pada tingkat tertinggi pada linguistik adalah pengertian yang tepat. Bahasa atau linguis, memiliki beberapa wujud baik itu lisan maupun tulis, baik itu verbal atau non verbal. Sedangkan wacana sendiri juga dapat menjadi beberapa bentuk, sehingga menduduki tataran tertinggi dalam linguistik setelah kalimat. Hal ini ditilik kembali pada beberapa kesamaan pengertian, sebagai berikut.
1.    wacana adalah satuan bahasa terlengkap; lengkap secara gramatikal berisi fonem, morfem/kata, frasa, klausa, dan kalimat;
2.    Wacana terdapat kohesi dan koherensi; antara kalimat yang satu dengan yang lain atau antara kata yang satu dengan kata yang lain saling berkesinambungan dan membentuk proporsi yang teratur, sehingga dapat dipahami;
3.    Wacana bisa bersifat abstrak, namun dikembalikan lagi, apanila abstrak dalam arti wujudnya berupa simbol, bukan kalimat, bukan kata, atau bukan sejenis yang ada dalam tataran linguistik, maka jika diperhatikan sesama, sebuah simbol memiliki makna atau tema yang dapat dijabarkan dalam bentuk serangkaian kata atau kalimat yang memiliki kohesi dan koherensi, dan dapat dimengerti. Sehingga keabstrakan dalam suatu hal, apabila ia memiliki makna, maka dapat disebut wacana.
2.2 Persyaratan Terbentuknya Wacana
                Pembahasan berikutnya adalah mengenai persyaratan terbentuknya wacana. Setelah mengetahui pengertian-pengerti awacana dari para ahli, maka persayaratan wacana juga akan diketahui. Misalnya saja dari Tarigan (2009: 19) yang menyebutkan wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari pengertian ini sudah diketahui bahwa wacana memiliki syarat dari ungkapan “dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata,” dapat ditemukan syarat, yakni koherensi dan kohesi.
Akan tetapi itu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat dari terbentuknya wacana. Oka dan Suparno (1994: 260-270) menyebutkan jika wacana akan terbentuk bila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Sedangkan menurut Widowson (1978:22) wacana mempunyai dua hal penting, yaitu proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).
Berikut ini penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana.
1.      Topik.
Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan. Tujuan-tujuan yang teradapat dalam wacana, dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis wacana. Seperti wacana persuasif, tujuannya untuk mempengaruhi pembaca. Atau bisa berupa simbol huruf P pada rambu-rambu lalu lintas, memberikan tujuan menginformasikan pengguna jalan, bahwa tempat bersimbol P, adalah tempat parkir.
2.      Kohesi dan Koherensi
Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohesi), sehingga tercipta pengertian yang baik (koherensi). Unsur kohesi tersebut misalnya dicapai dengan hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat (Depdikbud, 1988:343-350). Kekohesifan dalam suatu wacana dapat diperoleh dari penggunaan dalam memadukan beberapa aspek  gramatikal (seperti; konjungsi, elipsi, kata ganti, dan lain-lain), aspek semantik, dan aspek kebahasaan lainnya.
3.      Proporsional
Prosorsional yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin dijabarkan dalam wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah seimbang. Misalnya apabila sebuah wacana persuasif, wacana yang mempengaruhi pembaca untuk membeli suatu produk, maka dalam wacana tersebut harus terdapat kesinambungan yang tepat antara paragraf yang satu dengan yang lain. apabila paragraf pertama terdapat beberapa tuturan yang mempengaruhi pembaca dengan satu topik, maka paragraf kedua juga harus tetap meruju pada satu topik dan dimungkinkan lebih merujuk pada hal yang khusus. Sehingga antara paragraf yang satu dengan yang lain padu dan tidak membingungkn pembaca.
4.      Tuturan .
                   Tuturan yang dimaksud adalah pengungkapan suatu topik yang ada dalam wacana. Baik tutur tulis atau tutur lisan. tuturan kaitannya menjelaskan suatu topik yang terdapat dalam wacana dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang proporsional di dalamnya.
Setelah diketahui beberapa persyaratan wacana, berikut ini terdapat beberapa contoh wacana.
1.       Wacana berbentuk tulisan
Wacana argumentasi
Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan untuk mempengaruhi pembaca agar bisa menerima pendapat, ide, ataupun pernyataan yang dikemukakan oleh penulisnya. Untuk memperkuat pendapat atau idenya itu, penulis wacana argumentasi biasanya menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, agar pembaca menjadi semakin yakin atas kebenaran yang telah disampaikan penulis.
Berikut sedikit contoh kutipan wacana argumentasi
Menyetop bola menggunakan  dada dan kaki dapat ia lakukan dengan sempurna. Tembakan kaki kanan serta kaki kirinya tepat dan keras. Sundulan yang dihasilkan dari kepalanya sering memperdaya kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendak dirinya. Larinya sangat cepat bagaikan kijang. Menjadikan lawan sukar mengambil bola diantara kakinya. Operan bolanya akurat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola profesional.
Tujuan yang ingin di capai melalui argumentasi tersebut, antara lain :
  • Melontarkan pandangan / pendirian
  • Mendorong atau mencegah
  • Mengubah tingkah laku pembaca
  • Menarik simpati
Hal-hal yang memenuhi persyaratan wacana:
1.      Terdapat tujuan yang mengarah ke topik
2.      Kohesi dan koherensi padu membetuk proporsional ketika dibaca
3.      Terdapat tuturan yang merujuk pada satu objek, yaitu “Amin benar-benar pemain bola profesional”
2.      Wacana berbentuk lambang atau simbol
Simbol P


"Jika kita melewati suatu jalan raya, entah itu tujuannya untuk ke sekolah, kantor, pasar, atau tempat lainnya, tentu kita sering melihat adanya rambu-rambu lalu lintas di kedua sisi jalan tersebut. Menurut Wikipedia, rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Agar rambu dapat terlihat baik siang ataupun malam atau pada waktu hujan maka bahan harus terbuat dari material yang reflektif (memantulkan cahaya).”

Persyaratan yang masuk dalam wacana:

1.      Simbol menunjukkan topik

2.      Kohesi dan koherensi dalam penuturan sehingga membentuk penjelasan yang proporsional

3.      Wacana dalam bentuk dialog
HRD   : “Selamat pagi. Silahkan duduk
Pelamar: “Selamat pagi.”
HRD   : “Siapa nama Anda?”
Pelamar: “Nama saya Jennifer Dawson”
HRD   : “Ceritakan sedikit tentang diri Anda, Nona Dawson!”
Pelamar: “Saya adalah lulusan Universitas Stanford, jurusan Public Relatin dengan IPK 3,85. Saya memiliki beberapa pengalaman kerja yang tertulis dalam daftar riwayat hidup saya.”
HRD   : “Begitukah? Apakah Anda memiliki keterampilan komputer? Apakah Anda bisa bahasa lainnya?”
Pelamar: “Ya, saya punya keterampilan komputer. Saya bisa mengoperasikan MS Office, Corel Draw, Adobe Photoshop dan intenet. Dan saya bisa berbicara bahasa Jerman, Spanyol, Belanda dan Perancis.”
HRD   : “Wow… Menarik sekali. Dimana Anda belajar semua itu?”
Pelamar: “Saya belajar beberapa saat saya masih di universitas tapi saya juga mengambil kursus.”
HRD: “Pekerjaan ini menghendaki Anda melakukan banyak perjalanan, bagaimana menurut Anda? Apakah itu menjadi masalah buat Anda?”
Pelamar: “Itu tidak menjadi masalah sama sekali. Sejujurnya, saya sangat suka melakukan perjalanan.”
HRD   : “Baiklah kalau begitu, mungkin Andalah yang kami butuhkan, Nona Dawson. Saya akan menghubungi Anda setelah Dewan Direksi mengambil keputusan. Perusahaan ini membutuhkan seseorang yang memiliki kemampuan public relation. Sepertinya tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Saya harap kita dapat bertemu lagi secepatnya.”
Pelamar: “Saya juga berharap demikian, Tuan. Terima kasih atas wawancaranya. Selamat pagi.”
Dari percakapan tersebut dapat diidentifikasi yang memenuhi persyaratan wacana. Yaitu:
1.      Setiap pertanyaan dan sapaan, atau komunikasi dengan umpan balik memiliki kohesi dan koherensi yang sesuai. Pertanyaan dan jawaban yang dituturkan tidak melenceng.
2.      Memiliki topik, bisa diidentifikasi mulai dari percakapan awal hingga akhir, bahwa itu adalah interview pelamar kerja.

Minggu, 13 Juli 2014

Flash Fiction: Bougenville



Sumber gambar: Google

Bougenville
Oleh Candra Irawan
Menunggu… Harus berapa lama aku meniti tetasan cahaya matahari di sini? Harus berapa lama embusan angin menghiburku yang terkapar tak berdaya?
Bukankah kau pernah bilang, aku ini Bougenville?
Bukankah kau pernah bilang, kau akan selalu menyiramiku dengan cintamu?
Tapi mengapa kau seolah lenyap terbawa embusan angin yang mengalir entah ke mana? Haruskah kusudahi mimpi-mimpi bersamamu?
Haruskah aku memohon pada angin lalang agar membawamu kembali ke tempat di mana aku selalu menunggumu?
Kembalilah… dalam sunyi senyap rindu ini tetap hanya tercurah untukmu.
***
Galah membaca coretan di kertas usang yang terselip di bangku taman. Matanya yang tadi tampak menyorot tajam kini berubah bening. Buliran air nampak hendak pecah dari kelopaknya yang mulai terlihat memerah, tak kuasa menahan keharuan yang semakin menyesap di dadanya.
                Ia lantas menyadari bahwa dirinya telah meninggalkan sebuah janji pada seorang gadis kecil yang ia panggil Bougenville. Dia mengingat, saat terakhir kali menemuinya saat hendak pergi meninggalkan kota, Bougenville memintanya untuk tetap bertahan. Diingatnya lagi, Gadis kecil dengan rambut berkepang dua dengan baju balon yang selalu mengembang itu, persis seperti kelopak Bunga Bougenville yang selalu menyembunyikan mahkota di dalamnya. Galah masih sangat mengingat. Karena ia tak pernah lupa mengecup pelipis gadis itu, sebelum ia tertidur dalam pangkuan Galah, di taman itu.
                Waktu itu, Galah memang merasa berat saat harus meninggalkan Bougenville, tapi sebetapa pun besar cintanya, ia harus tetap pergi- ini demi masa depan dia dan Bougenville. Tapi gadis itu tetap merengek. Terakhir kali ia melihat, airmata Bougenville pecah dan tak terbendung hingga mengaliri pipinya lalu jatuh menimpuk debu yang tersibak berlarian. Pun akhirnya Galah tetap pergi.
Kini  ribuan sesal berkerumun di pandangannya. Sepucuk surat terselip di tempat dia biasa memangku Bougenville. Mengantarkan kabut-kabut hitam yang seolah turun begitu cepat dan membuat matanya seolah tak punya daya untuk melihat dunia. Ia lalu menjatuhkan tubuhnya di tanah, tubuhnya  yang kemarin terlihat kekar, tiba-tiba melemas, seolah tak lagi kuat menyangga beban menumpuk di dada.
                Angin mengembus kencang menggoyang-goyangkan rerantingan di taman. Perlahan tapi pasti menghampiri Galah yang sedang dirundung kedukaan. Setangkai Bougenville mendarat dipangkuannya. Airmatanya kali ini tak bisa dibendung lagi.

                                                                                                                       Untuk
                                                                                                UKPM STKIP PGRI Jombang

Rabu, 09 Juli 2014

Puisi: Cerita Malam






 Sumber Gambar: Google


Cerita Malam

Malam... malam adalah kegelisahan panjang, saat surya kehilangan tahtanya, saat itu: gelap melamurkan pandangan mata, dan mengurai bayang-bayangmu yang terkasih.
Malam... malam adalah kerinduan yang menggema, saat jarak merenggut semua daya, saat itu: perpisahan selalu menyisakan kerinduan padamu yang selalu terpuja.
Malam... malam adalah penguji kesetiaan, saat waktu melepaskan nafsu terkungkung, saat itu: kupu-kupu suwal-layan menari-nari di pelupuk mata dan menguji setia pada yang tercinta.
Malam... malam adalah pengharapan, saat senja memerah sore lalu, dan hitam turun menyelimuti, saat itu: harapan embusan bait-bait doa pada yang terkasih, terpuja, tercinta, membimbing jiwa menyusuri jalanan di malam kelam.
Begitu pun... embusan latik-larik kerinduan ini, semoga kan berlabuh di pelabuhan mimpi sang pemilik hati.

Untukmu bidadari kampus



Mengais Puisi di Taman Keplaksari
Juni-2014

Puisi: Bidadari Langit



Ketika langit kelabu tiba-tiba beruban, pendar-pendar cahaya menyelimutinya. Dan kau muncul dari pintu gerbang perlintasan.
Lalu, kau bertanya padaku: Apakah kau mencintaiku?
Dan aku hanya menjawab: Ya, tentu aku mencintaimu.
Ketika langit membiru, semu pantulan samudera membuncah di angkasa. Dan kau tengah menyembunyikan tubuhmu di balik jaket merah jambu.
Lalu, kau bertanya padaku: Apakah kau mencintaiku?
Dan aku hanya menjawab: Ya, tak ada yang lebih memesona selain dirimu.
Ketika langit memutih pucat, embusan angin lalang mencoba memulihkan kesadarannya. Dan kau tengah duduk menikmati ocehan parkit di sebelah gazebo.
Lalu, kau bertanya padaku: Apakah kau mencintaiku?
Dan aku hanya mejawab: Ya, bahkan bulu Parkit yang indah pun tak mampu mengalihkan mataku darimu.
Ketika langit menguning berubah jingga hingga memerah seperti bunga Rosella. Burung-burung takut malam, kembali ke sarangnya. Dan kau keluar dari pintu masjid selepas melipat mukena.
Lalu kau bertanya padaku: Apakah kau mencintaiku?
Dan aku hanya menjawab: Ya, jantungku seolah kehilangan suara, saat tak sengaja kulihat kau menuruni tangga bertuliskan suci itu.
Ketika langit menghitam. Rembulan memudar hingga lampu parkiran jadi satu-satunya yang menghangatkan tulang. Dan kau duduk tersipu di bawahnya.
Lalu kau bertanya padaku: Apakah kau mencintaiku?
Dan aku hanya menjawab:Ya, aku bisa menuangkan cintaku pada kanvas yang berbeda, setiap kau menanyaiku. Tapi, bukankah kebersamaan ini lebih indah dari pertanyaan klisemu?
Kau bertanya: Apakah aku harus menjawabnya?
Aku berkata: Aku tak butuh jawaban darimu, aku hanya ingin kau sisakan sedikit saja waktumu untukku. Aku ingin menuntaskan setiap kerinduan dari perjumpaan- perjumpaan yang tak terrencana.
Ketika langit semakin tua. Rembulan berselimutkan awan hitam. Dan kau sedang tersenyum
dengan bola mata berbinar memandang bintang berkelipan.
Lalu kau bertanya padaku: Tidakkah kau melewatkan setiap pertanyaan yang kuberikan?
Tidakkah kau menyadari waktu yang kuluangkan demi untuk bersamamu?
Aku berbisik pada lampu berpendar di gazebo: Apakah ini yang namanya cinta?
Debu berterbangan, kepak sayap burung membelah kesunyian. Aku duduk bersila menatap malam. Dan bidadari langitku menghilang.
Kediri-Jombang, 5 Juli 2014